Perlawanan di berbagai daerah di Indonesia dalam menentang dominasi asing dilakukan oleh rakyat terhadap Portugis, VOC (Belanda) dan bangsa-bangsa barat lainnya yang melakukan penjajahan atau kolonialisme. Perlawanan di berbagai daerah melawan penjajah disebabkan karena perluasan pengaruh bangsa barat di Indonesia yang kemudian mengakibatkan adanya monopoli perdagangan dan kekerasan.
Perlawanan atau perang yang terjadi di berbagai daerah Indonesia dibagi menjadi dua periode, yaitu perlawanan pada abad ke 16 sampai 18 dan perlawanan pada abad ke 19. Rangkuman materi tentang perlawanan di berbagai daerah sebelum abad ke 8 contohnya seperti perlawanan Demak terhadap Portugis, Ternate terhadap Portugis, perlawanan Aceh, rakyat (Maluku, Mataram, Banten) terhadap VOC, dan perlawanan Hasanuddin dari Makasar.
Kemudian perlawanan di berbagai daerah melawan dominasi asing pada abad ke 19 meliputi perlawanan rakyat Maluku di pimpin oleh Pattimura, Perang Padri, Banjar, Perlawanan Diponegoro, perang Bali, dan perlawanan rakyat Aceh. Adapun penjelasan perlawanan-perlawanan di berbagai daerah tersebut akan kita bahas secara singkat dibawah ini.
Baca : Sejarah Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia
Baca : Sejarah Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia
1. Perlawanan Pada Abad ke 16 hingga 18
Perlawanan Demak Terhadap Portugis
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis dianggap merupakan suatu ancaman bagi eksistensi Demak baik secara politik maupun ekonomi. Oleh sebab itu, dibawah pimpinan Pangeran Sabrang Lor atau Pati Unus berusaha untuk mengusir keberadaan Portugis di Malaka pada tahun 1512. Namun usaha yang dilakukan belum membuahkan hasil untuk membendung dominasi pengaruh Portugis.
Pada tahun 1527 Demak mengirim pasukan ke wilayah Jawa Barat di bawah pimpinan Fatahillah. Tujuannya untuk menggagalkan upaya kerjasama antara Sunda Kelapa dengan Portugis. Pasukan Demak di bawah pimpinan Fatahillah akhirnya berhasil merebut Sunda Kelapa dan mengubah namanya menjadi Jayakarta.
Baca Juga : Sejarah Kerajaan Demak
Perlawanan Ternate Terhadap Portugis
Kedatangan Portugis di Ternate telah menyebabkan terjadinya pertentangan antara rakyat Ternate dengan Portugis. Hal ini disebabkan karena:
- Portugis melakukan monopoli perdagangan.
- Sikap Portugis yang terlalu angkuh dan sombong.
- Terbunuhnya Sultan Hairun akibat pengkhianatan Portugis.
Perlawanan yang dilakukan oleh Sultan Baabullah terhadap Portugis kemudian mencapai puncaknya pada tahun 1570. Lima tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1575 Portugis berhasil diusir dari Ternate oleh Sultan Baabullah.
Selengkapnya: Perlawanan Rakyat Maluku Terhadap Portugis dan Belanda
Perlawanan Aceh Terhadap Portugis
Pada masa Iskandar Muda, kerajaan Aceh mengalami kejayaan, ditandai dengan kekuatan militer yang kuat dan kondisi ekonomi yang makmur. Kemudian dengan keberadaan Portugis di Malaka, kerajaan Aceh merasa terganggu dan selanjutnya mengirim pasukan militer ke Malaka untuk merebut kekuasaan Portugis.
Baca Juga : Sejarah Kerajaan Aceh Lengkap
Perlawanan Rakyat Maluku Terhadap VOC
Perlawanan rakyat Maluku bermula ketika Belanda memasuki wilayah Maluku pada tahun 1605 dan mengusir bangsa Portugis di Ambon. Tindakan Belanda yang sewenang-wenang mengakibatkan perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC antara lain dipimpin oleh Kakilai, Kapten Hitu, Teluka Besi, Saidi, Sultan Jamaluddin dan Pangeran Nuku dari Tidore.
Baca :
Perlawanan rakyat yang dipimpin oleh Kakilai dan Kapten Hitu merupakan perlawanan terbesar karena kedudukan VOC (kongsi dagang Belanda) sempat terancam di Maluku. Akhirnya Gubernur Jenderal Van Diemen dari Batavia datang ke Maluku. Kedatangannya disambut dengan perlawanan rakyat Maluku yang dipimpin oleh Sultan Jamaluddin dari Kesultanan Tidore.
Namun pada tahun 1799 Sultan Jamaluddin ditangkap VOC dan dibuang ke Srilangka. Kemudian penggantinya adalah Patra Alam yang menjalin hubungan dengan VOC. Hal ini membuat marah rakyat Tidore dan mengangkat Pangeran Nuku sebagai Sultan Tidore. Pangeran Nuku berhasil mengadu domba antara VOC dan Inggris, namun ketika Pangeran Nuku wafat tahun 1805, Belanda berhasil menguasai Tidore.
Selengkapnya : Rangkuman Perlawanan Rakyat Maluku
Perlawanan Rakyat Mataram Terhadap VOC
Sultan Agung sebagai raja terbesar Mataram bercita-cita menyatukan Pulau Jawa di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram. Namun cita-cita tersebut terhalang kekuasaan VOC di Batavia. Sultan Agung kemudian menyerang Benteng Holandia di Batavia untuk menumbangkan kekuatan VOC. Serangan tersebut dilakukan 2 kali, yaitu :
- Perlawanan pada tahun 1628. Serangan ini dipimpin oleh Tumenggung Bahureksa, serangan ini gagal karena kalah persenjataan dan kekurangan bahan pangan.
- Perlawanan pada tahun 1629. Serangan ini juga gagal karena ketika pasukan Mataram membangun lumbung padi untuk persediaan perang di daerah Tegal dan Cirebon ternyata diketahui VOC, akibatnya lumbung padi tersebut dibakar.
Perlawanan Rakyat Banten Terhadap VOC
Kedatangan bangsa Belanda di wilayah Banten pada tahun 1596 kemudian menimbulkan kebencian dikalangan masyarakat. Hal ini kemudian muncul perlawanan yang dilakukan oleh rakyat. Puncak perlawanan rakyat Banten terhadap VOC dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Perlawanan ini membuat Belanda kewalahan dan berusaha mencari kelemahannya dengan melakukan politik adu domba.
Pihak VOC kemudian memanfaatkan Sultan Haji yang merupakan putra Tirtayasa untuk merebut kekuasaan/tahta ayahnya. Dengan bantuan Belanda, Sultan Haji kemudian berhasil membuat Sultan Ageng Tirtayasa menyerah pada VOC. Namun ketika berkuasa, Sultan Haji (raja Banten) harus melakukan balas jasa dengan menandatangani perjanjian, yang isinya antara lain :
- Perdagangan di Banten dimonopoli VOC.
- Banten tidak diperbolehkan berdagang dengan Maluku.
- Banten melepaskan tuntutannya atas Cirebon.
- VOC mengakui Sultan Haji sebagai Raja Banten.
Selengkapnya : Perlawanan Rakyat Banten Terhadap VOC
Perlawanan Sultan Hasanuddin Terhadap VOC
Sejak tahun 1655 Makasar diperintah oleh Sultan Hasanuddin. Pada masa ini Makasar mengalami masa kejayaan. Perdagangan maju karena Makasar sebagai pusat perdagangan di bagian timur Nusantara. VOC kemudian ingin memonopoli perdagangan di Makasar sehingga muncul perang antara Hasanuddin dan VOC.
Untuk menghadapi perang melawan Sultan Hasanuddian, VOC kemudian meminta bantuan kepada Raja Bone, yaitu Aru Palaka. Adanya bantuan tersebut membuat akhirnya Makasar jatuh ke tangan VOC. Kemudian Sultan Hasanuddin harus bersedia menandatangani Perjanjian Bongaya pada tahun 1667 yang isinya :
- Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.
- Didirikan benteng-benteng Belanda di Makasar.
- Makasar harus mengganti kerugian perang.
- VOC memonopoli perdagangan di Makasar.
- Makasar melepas semua daerah kekuasaannya.
Selengkapnya : Sejarah Perjanjian Bongaya
Halaman Selanjutnya : Perlawanan Rakyat di Berbagai Daerah Pada Abad ke 19
Sumber Referensi :
Sumber Referensi :
- Badrika, I Wayan, 2006. Sejarah Nasional Indonesia dan Umum 2. Jakarta : Erlangga.