Perjanjian Bongaya merupakan salah satu perundingan kesepakatan yang terjadi pada saat berkembangnya pengaruh VOC di Nusantara, melibatkan antara Kerajaan Gowa dan bangsa Belanda, berlangsung pada tanggal 18 November 1667. Perjanjian dilakukan di Desa Bongaya ini sangat merugikan kerajaan Gowa, bisa disimpulkan hanya menguntungkan pihak kolonial.
Latar belakang perjanjian Bongaya disebabkan karena Gowa mengalami kekalahan dalam perang. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh Belanda yang langsung mendesak Gowa supaya mau diajak melakukan perjanjian. Saat dilangsungkannya perundingan, kerajaan Gowa diwakili oleh Sultan Hasanuddin, sementara Belanda diwakili oleh Cornelis Speelman.
Poin ke tiga isi perjanjian Bongaya juga sangat merugikan pihak Kerajaan Gowa, karena mereka harus membayar semua ganti rugi dalam perang. Seharusnya Belanda tidak melakukan hal tersebut, karena masing-masing pihak dalam perang sudah mengalami kerugian cukup banyak baik materi maupun tenaga.
Poin keempat dan kelima isi perjanjian Bongaya berisi mengenai kekuasaan Belanda di kerajaan Gowa dan Gowa tertutup bagi orang-orang asing kecuali orang Belanda. Dari poin-poin tersebut mungkin Belanda punya maksud tersendiri, hal ini dilakukan untuk kepentingan Belanda.
Baca Juga :
Latar belakang perjanjian Bongaya disebabkan karena Gowa mengalami kekalahan dalam perang. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh Belanda yang langsung mendesak Gowa supaya mau diajak melakukan perjanjian. Saat dilangsungkannya perundingan, kerajaan Gowa diwakili oleh Sultan Hasanuddin, sementara Belanda diwakili oleh Cornelis Speelman.
Isi Perjanjian Bongaya
Berikut ini poin-pion penting perundingan yang ditandatangani oleh Sultan Hasanuddin, meliputi :- Kongsi dagang Belanda yakni VOC menguasai monopoli perdagangan di wilayah Sulawesi Selatan.
- Benteng-benteng di Makassar menjadi kekuasaan Belanda.
- Makasar / Kerajaan Gowa harus membayar ganti rugi yang disebabkan akibat perang (menggunakan hasil bumi).
- Wilayah Makassar menjadi kekuasaan Belanda kecuali Gowa.
- Kerajaan Gowa tertutup bagi orang asing kecuali Belanda (VOC).
Poin ke tiga isi perjanjian Bongaya juga sangat merugikan pihak Kerajaan Gowa, karena mereka harus membayar semua ganti rugi dalam perang. Seharusnya Belanda tidak melakukan hal tersebut, karena masing-masing pihak dalam perang sudah mengalami kerugian cukup banyak baik materi maupun tenaga.
Poin keempat dan kelima isi perjanjian Bongaya berisi mengenai kekuasaan Belanda di kerajaan Gowa dan Gowa tertutup bagi orang-orang asing kecuali orang Belanda. Dari poin-poin tersebut mungkin Belanda punya maksud tersendiri, hal ini dilakukan untuk kepentingan Belanda.
Baca Juga :
Latar Belakang Perjanjian Bongaya
Latar belakang perjanjian Bongaya disebabkan karena masuknya Belanda di Nusantara dengan Kongsi dagangnya yakni VOC berusaha untuk menguasai wilayah dan rempah-rempah yang begitu melimpah di Nusantara, khusunya di Sumatera Selatan. Upaya penguasaan juga terjadi di Kerajaan Gowa.
Belanda memilih Gowa karena merupakan salah satu daerah penghasil rempah-rempah di Sulawesi Selatan. Untuk mencapai tujuannya, Belanda menggunakan strategi lirik, yaitu dengan melakukan adu domba antara Kerajaan Gowa pimpinan Sultan Hasanuddin dan Kerajaan Bone yang dipimpin oleh Aru Palaka.
Belanda memilih Gowa karena merupakan salah satu daerah penghasil rempah-rempah di Sulawesi Selatan. Untuk mencapai tujuannya, Belanda menggunakan strategi lirik, yaitu dengan melakukan adu domba antara Kerajaan Gowa pimpinan Sultan Hasanuddin dan Kerajaan Bone yang dipimpin oleh Aru Palaka.
Saat perang berlangsung Belanda mendukung salah satu pihak yaitu Kerajaan Bone. Mereka memberikan bantuan terhadap kerajaan tersebut berupa pasukan dan senjata-senjata modern. Perang antara kedua kerajaan tidak dapat dihindarkan.
Walaupun saat itu Gowa dipimpin oleh Sultan Hasanuddin dalam masa kejayaan (masa keemasan), tetapi tetap kalah dalam perang melawan kerajaan Bone. Kekalahan membuat kerajaan Gowa terpaksa harus menandatangani perjanjian yang berlangsung pada tahun 1667.
Walaupun saat itu Gowa dipimpin oleh Sultan Hasanuddin dalam masa kejayaan (masa keemasan), tetapi tetap kalah dalam perang melawan kerajaan Bone. Kekalahan membuat kerajaan Gowa terpaksa harus menandatangani perjanjian yang berlangsung pada tahun 1667.
Dampak Perjanjian Bongaya
Akibat dari perjanjian Bongaya sangat merugikan bagi rakyat Indonesia, khususnya Makassar. Politik adu domba yang dilakukan Belanda terhadap dua kerajaan yakni Gowa dan Bone telah menghancurkan persatuan yang sudah dibentuk oleh rakyat Makassar. Akan tetapi, Perjanjian Bongaya tidak berlangsung lama karena beberapa tahun kemudian Sultan Hasanuddin kembali melakukan perlawanan terhadap Belanda (VOC).
Terjadi perlawanan cukup sengit, pada awalnya belanda kewalahan menghadapi perlawanan tersebut. Tetapi pada akhirnya pasukan yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin dapat dikalahkan, hal ini disebabkan senjata-senjata yang digunakan oleh pasukan Belanda lebih modern. Akibat perjanjian Bongaya, rakyat yang tidak mau tunduk atas kekuasaan Belanda di Makassar, mereka pergi mengarungi lautan mencari daerah baru untuk ditempati.
Demikian pembahasan terkait dengan Perjanjian Bongaya, semoga bermanfaat bagi pembaca. Baca juga perjanjian bersejarah lain yang terjadi sebelum atau pun sesudah kemerdekaan Indonesia berikut ini.
Baca juga perjanjian bersejarah lainnya lengkap berikut ini :
Sumber Referensi :
- Sejarah Nasional Indonesia Jilid 3, penulis Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto.
- Wikipedia