Latar Belakang, Tujuan dan Isi Perjanjian Roem Royen - Perjanjian Roem Royen merupakan perundingan diplomasi yang dilakukan oleh Republik Indonesia dengan pemerintah Belanda. Perjanjian Roem Royen berlangsung pada 14 April 1949 yang kemudian ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Jakarta, tepatnya Hotel Des Indes.
Asal usul nama perjanjian Roem Royen diambil dari kedua tokoh masing-masing perwakilan, yaitu Mohammad Roem wakil dari Republik Indonesia dan Herman Van Royen dari pihak Belanda. Sebelumnya, Belanda menolak berlangsungnya perundingan ini, namun setelah desakan dari Amerika Serikat, akhirnya perjanjian dapat terlaksana pada 14 April 1949.
Asal usul nama perjanjian Roem Royen diambil dari kedua tokoh masing-masing perwakilan, yaitu Mohammad Roem wakil dari Republik Indonesia dan Herman Van Royen dari pihak Belanda. Sebelumnya, Belanda menolak berlangsungnya perundingan ini, namun setelah desakan dari Amerika Serikat, akhirnya perjanjian dapat terlaksana pada 14 April 1949.
Tujuan Perjanjian Roem Royen adalah untuk menyelesaikan konflik antara Republik Indonesia dan Belanda setelah kemerdekaan Indonesia. Inisiatif membawa masalah Indonesia dengan Belanda merupakan saran dari komisi PBB untuk Indonesia bernama Merle Cochran dari Amerika Serikat. Dengan terlaksananya perjanjian Roem Royen, pihak Indonesia memiliki pendirian bahwa pengembalian Ibu Kota pemerintahan Indonesia ke kota Yogyakarta adalah langkah tepat untuk perundingan selanjutnya.
Baca Juga : Sejarah dan Isi Perjanjian Renville
Baca Juga : Sejarah dan Isi Perjanjian Renville
Latar Belakang Perjanjian Roem Royen
Perjanjian Roem Royen dilatar belakangi karena terjadinya serangan dari pihak Belanda terhadap Indonesia setelah kemerdekaan. Serangan Belanda berlangsung di Yogyakarta, selain melakukan serangan, Belanda juga melakukan penahanan terhadap para pemimpin Indonesia. Selain itu, Belanda juga melakukan propaganda bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah hancur.
Propaganda tersebut mendapat kecaman dari dunia Internasional. Akibat tekanan dari luar, Belanda kemudian bersedia melakukan perundingan dan perjanjian Roem Royen merupakan jalan menuju Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berlangsung di Den Haag Belanda.
Propaganda tersebut mendapat kecaman dari dunia Internasional. Akibat tekanan dari luar, Belanda kemudian bersedia melakukan perundingan dan perjanjian Roem Royen merupakan jalan menuju Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berlangsung di Den Haag Belanda.
Perjanjian Roem Royen yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 tidak berjalan lancar, hal ini karena seminggu setelah perundingan berlangsung, kemudian terhenti. Penyebabnya adalah Van Royen menafsirkan bahwa Belanda akan memulihkan pemerintahan setelah pemimpin-pemimpin RI memerintahkan pasukan bersenjata mereka untuk menghentikan serangan gerilya, bekerja sama dalam memulihkan perdamaian, pemeliharaan ketertiban dan keamanan, setelah itu bersedia menghadiri KMB.
Kemudian pihak Indonesia tidak melakukan hal-hal diatas karena para pemimpin-pemimpin RI terpencar-pencar, tidak ada kontak satu dengan lainnya. Perundingan Roem Royen kemudian berjalan kembali pada 1 Mei karena adanya tekanan Amerika Serikat. AS menjanjikan bantuan ekonomi sesudah penyerahan kedaulatan, tetapi kalau ditolak, Amerika tidak akan membantu apapun juga kepada Belanda.
Baca juga :
Kemudian pihak Indonesia tidak melakukan hal-hal diatas karena para pemimpin-pemimpin RI terpencar-pencar, tidak ada kontak satu dengan lainnya. Perundingan Roem Royen kemudian berjalan kembali pada 1 Mei karena adanya tekanan Amerika Serikat. AS menjanjikan bantuan ekonomi sesudah penyerahan kedaulatan, tetapi kalau ditolak, Amerika tidak akan membantu apapun juga kepada Belanda.
Baca juga :
Isi Perjanjian Roem Royen
Perjanjian Roem Royen kemudian ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Jakarta, tepatnya Hotel Des Indes. Pemimpin delegasi dari Republik Indonesia bernama Moh Roem, sementara itu dari Belanda dipimpin oleh Dr. Van Royen, kemudian pimpinan perjanjian yaitu Marle Cochran dari Amerika Serikat.
Penandatanganan perjanjian merupakan hasil persetujuan dari pernyataan yang dikeluarkan oleh kedua pihak pada 23 Maret 1949 sesuai dengan resolusi dewan keamanan PBB. Berikut pernyataan dari masing-masing negara.
Penandatanganan perjanjian merupakan hasil persetujuan dari pernyataan yang dikeluarkan oleh kedua pihak pada 23 Maret 1949 sesuai dengan resolusi dewan keamanan PBB. Berikut pernyataan dari masing-masing negara.
Pernyataan dari pemerintah Indonesia dibacakan oleh Mr. Mohammad Roem yang merupakan pemimpin delegasi RI, isinya meliputi :
- Pengeluaran perintah kepada pasukan bersenjata Indonesia untuk mengakhiri pasukannya yang melakukan perang gerilya.
- Melakukan kerjasama dalam hal pengembalian perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
- Belanda ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar, dengan tujuan mempercepat proses penyerahan kedaulatan kepada Indonesia secara tak bersyarat..
Selanjutnya pernyataan yang dibacakan oleh pemimpin delegasi Belanda Dr. Van Royen sebagai berikut :
- KMB akan diadakan setelah pemerintah Republik Indonesia pindah ke kota Surabaya
- Belanda membebaskan pemimpin-pemimpin Indonesia tanpa syarat yang tertangkap pada tanggal 19 Desember 1948.
- Belanda menyetujui Republik Indonesia sebagian dari Negara Indonesia Serikat.
- Belanda setuju terkait Republik Indonesia untuk leluasa dan bebas dalam pemerintahan di Karesidenan Banyumas.
Perjanjian bersejarah lainnya :
Dampak Perjanjian Roem Royen
Dengan disepakatinya Perjanjian Roem Royen, Pemerintah Darurat RI di Sumatera kemudian memerintahkan kepada sultan Hamengkubuwono IX untuk mengambil alih pemerintahan di Yogyakarta apabila Belanda mulai mundur dari kota tersebut.
Partai pertama yang menyatakan setuju dan menerima baik tercapainya perjanjian roem royen adalah partai Masyumi. Sementara ketua umum PNI menyatakan perundingan ini merupakan satu langkah ke arah tercapainya penyelesaian dari masalah-masalah Indonesia
Partai pertama yang menyatakan setuju dan menerima baik tercapainya perjanjian roem royen adalah partai Masyumi. Sementara ketua umum PNI menyatakan perundingan ini merupakan satu langkah ke arah tercapainya penyelesaian dari masalah-masalah Indonesia
Pihak Angkatan Perang menyikapi terjadinya Perjanjian Roem Royen dengan perasaan curuga. Panglima Besar Jenderal Soedirman pada tanggal 1 Mei 1949 memperingatkan kepada para komandan kesatuan agar tidak terlalu memikirkan perjanjian tersebut.
Pada tanggal 22 Juni diadakan diskusi perundingan dengan BFO, Indonesia serta Belanda, terkait kelanjutan Perjanjian Roem Royen. Perlu kalian ketahui, perundingan ini dibawah pengawasan komisi PBB, dipimpin oleh Critchley dari Australia. Hasil perjanjian Roem Royen meliputi :
Pada tanggal 22 Juni diadakan diskusi perundingan dengan BFO, Indonesia serta Belanda, terkait kelanjutan Perjanjian Roem Royen. Perlu kalian ketahui, perundingan ini dibawah pengawasan komisi PBB, dipimpin oleh Critchley dari Australia. Hasil perjanjian Roem Royen meliputi :
- Pengembalian Pemerintah Republik Indonesia dilaksanakan pada 24 Juni 1949. Kemudian Karesidenan Surabaya dikosongkan oleh Tentara Belanda dan tepat tanggal 1 Juli 1949 pemerintah Indonesia kembali berpusat di Yogyakarta setelah TNI menguasai keadaan sepenuhnya daerah tersebut.
- Konferensi Meja Bundar diusulkan untuk dilaksanakan Belanda tepatnya kota Den Haag.
- Masalah penyelesaian permusuhan akan dibahas setelah kembalinya pemerintahan Indonesia ke Yogyakarta.
Hasil permusyawaratan yang dicapai ini akan dicantumkan dalam sebuah memorandum. Setelah para pemimpin Indonesia berkumpul di Yogyakarta, kemudian tanggal 13nya Republik Indonesia mengadakan sidang kabinet yang pertama. Dalam sidang kabinet tersebut Sultan Hamengkubuwono ditunjuk menjadi Koordinator keamanan dan sekaligus menteri Pertahanan RI.
Baca Juga Perjanjian Bersejarah Lainnya :
Baca Juga Perjanjian Bersejarah Lainnya :
Demikian pembahasan mengenai Sejarah dan Isi Perjanjian Roem Royen yang dibahas secara lengkap. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca semua. Jangan lupa baca artikel menarik lainnya. Sekian terimakasih.
Sumber :
- Notosusanto, Nugroho, dkk. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI. 1984. Jakarta: Balai Pustaka
- Drs. G. Moedjanto, M.A. Indonesia Abad ke 20 Jilid 2. 1988. Yogyakarta. Kanisus
- Wikipedia