Kumpulan Materi Sejarah, Wisata dan Artikel Menarik Lainnya

Perlawanan Rakyat Indonesia di Berbagai Daerah Pada Abad ke 19

Sebutkan dan jelaskan perlawanan rakyat Indonesia pada abad ke 19! Setelah sebelumnya kita membahas mengenai perlawanan-perlawanan melawan dominasi asing pada abad ke 17 hingga 18, pada kesempatan kali ini kami akan menjelaskan berbagai perlawanan rakyat Indonesia dalam melawan kolonialisme barat pada abad ke 19. Terdapat sekitar 6 perlawanan yang terjadi pada abad ke 19.

Adapun perlawanan pada abad ke 19 tersebut meliputi perlawanan rakyat Maluku yang dipimpin oleh Pattimura, perang Padri, perang Banjar (1859-1863), perlawanan Diponegoro, perang Bali, dan perlawanan rakyat Aceh. Langsung saja berikut ini pembahasan ke enam perlawanan tersebut secara singkat.
Perlawanan Rakyat Indonesia di Berbagai Daerah Pada Abad ke 19

Perlawanan Rakyat Indonesia Pada Abad ke 19

Perlawanan Rakyat Maluku

Perlawanan rakyat Maluku dipimpin oleh tokoh bernama Pattimura. Perlawanan ini dilakukan untuk melepaskan penderitaan rakyat Maluku akibat penjajahan Belanda. Pattimura atau Thomas Matullesi melakukan perlawanan dengan dibantu Chirstina Martha Tiahahu. Ia bersama tokoh tersebut melakukan perlawanan dimulai pada tanggal 15 Mei 1817.

Perlawanan dilakukan di Benteng Doorstede di Saparua. Perlawanan ini menyebabkan Van Den Berd terbunuh. Akibatnya Belanda mengirimkan pasukan dari Ambon yang dipimpin oleh Kapten Lisnet dan Meyer. Pattimura kemudian ditangkap Belanda dan dihukum gantung di Benteng New Victoria. Baca selengkapnya : Perlawanan Rakyat Maluku

Perang Padri

Perang Padri pada awalnya adalah perang antara kaum Padri (agama) dan kaum adat. Perang saudara tersebut meluas karena Belanda ikut campur tangan membantu kaum adat. Berikut ini latar belakang atau penyebab perang antara kaum padri dan adat :
  • Keinginan kaum Padri meluruskan ajaran Islam di masyarakat.
  • Perkembangan adat matrilinieal tidak sesuai dengan ajaran Islam.
  • Adanya adat-istiadat yang bertentangan dengan syariat Islam.
  • Perebutan pengaruh antara kaum adat dan golongan agama.
Lokasi perang antara kaum adat dan padri berlangsung di kota Lawas. Perang saudara ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk menguasai Sumatera dengan membantu kaum adat, namun kaum adat sadar bahwa mereka hanya dimanfaatkan oleh Belanda.

Perang Padri akhirnya dimenangkan oleh Belanda setelah Imam Bonjol tertangkap pada tahun 1837. Imam Bonjol akhirnya diasingkan ke Cianjur, kemudian di pindah ke Minahasa dan akhirnya ke Menado sampai wafat pada tahun 1864. Baca selengkapnya : Sejarah Perang Padri Rangkuman Lengkap

Perang Banjar (1859-1863)

Terjadinya Perang Banjar disebabkan karena :
  • Belanda tidak menghormati adat-istiadat di Banjar.
  • Belanda memonopoli perdagangan di Banjar.
  • Pihak Belanda mencampuri urusan internal di Istana Banjar.
  • Belanda mempunyai keinginan menguasai Banjar.
Pada tahun 1859 rakyat Banjar dibawah pimpinan Pangeran Hidayat dan Pangeran Antasari mengadakan penyerangan terhadap Belanda. Namun, perlawanan ini gagal kemudian Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayat berhasil ditangkap oleh Belanda.

Perlawanan Diponegoro (1825-1830)

Pangeran Diponegoro merupakan bangsawan Mataram yang berusaha membebaskan tanah Mataram dari dominasi Belanda. Perlawanan Diponegoro terjadi antara tahun 1825-1830. Sebab-sebab perlawanan Pangeran Diponegoro dibagi menjadi dua, yaitu umum dan khusus.

1). Sebab Umum
  1. Bangsawan tidak diperkenankan menyewakan tanah.
  2. Kaum ulama kecewa karena berkembangnya budaya Barat.
  3. Penderitaan dan kesengsaraan Mataram karena banyak pajak.
  4. Campur tangan Belanda dalam urusan internal di istana.
  5. Kekuasaan kerajaan Mataram semakin sempit karena aneksasi Belanda.
2). Sebab Khusus
  1. Belanda membuat jalan di Tegalrejo yang melalui makam leluhur Diponegoro tanpa ijin terlebih dahulu.
Perlawanan yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro mendapat dukungan dari Kyai Mojo, Sentot Prawirodirjo, dan Pangeran Mangkubumi. Strategi yang digunakan oleh Pangeran Diponegoro melawan Belanda yaitu menggunakan siasat perang gerilya. Hal ini kemudian menyebabkan Belanda kewalahan menghadapinya. Sementara Jenderal De Kock (pemimpin pasukan Belanda) menggunakan siasat Benteng Stelsel.

Strategi Belanda tersebut artinya setiap daerah yang dikuasai segera dibangun benteng kemudian antara benteng yang satu dengan yang lain dihubungkan dengan jalan untuk gerak cepat pasukan. Perlawanan Diponegoro berakhir setelah dijebak oleh Jenderal De Kock dalam perundingan di Kedu.

Akhirnya Diponegoro diasingkan di Batavia, kemudian dipindah ke Menado dan terakhir di Makasar sampai wafat pada tanggal 8 Februari 1855. Baca selengkapnya : Sejarah Perang Diponegoro Rangkuman Lengkap

Perang Bali (1846-1849)

Kerajaan-kerajaan di Bali mempunyai hukum tradisional yaitu Hukum Tawan Karang artinya hukum yang menyatakan setiap kapal yang terdampar di pantai-pantai Bali menjadi hak kerajaan. Namun Belanda tidak mengakui peraturan tersebut.

Sebab-sebab perlawanan rakyat Bali terhadap Belanda, yaitu :
  • Belanda memonopoli perdagangan di Bali.
  • Belanda menuntut dihapusnya Hukum Tawan Karang
Perlawanan rakyat Bali diawali pada tahun 1849 ketika Belanda berusaha menguasai kerajaan Buleleng. Rakyat Buleleng yang dipimpin oleh Patih Jelantik berusaha mempertahankan dengan bertahan di Benteng Jagaraga. Puncaknya yaitu melakukan perang secara besar-besaran yang diberi nama perang puputan. Baca juga : Sejarah Kerajaan Bali

Perlawanan Rakyat Aceh

Perang Aceh merupakan perang terlama yang dihadapi Belanda selama ini. Faktor-faktor terjadinya perlawanan rakyat Aceh terhadap Belanda, antara lain :

1). Sebab Umum
  • Aceh masih terus berhubungan dengan Turki.
  • Atas dasar Tarkat Sumatera (1871) pihak Belanda berhak untuk menguasai wilayah Sumatera.
  • Belanda berusaha menguasai Aceh karena letaknya sangat strategis.
2). Sebab Khusus
  • Tuntutan Belanda agar Aceh mengakui kekuasaan Belanda (1837) ditolak dengan tegas oleh Sultan Mahmud Syah.
Istana Sultan dan Kotaraja berhasil dikuasai Belanda pasca serangan yang dilakukan pada tahun 1837. Namun serang tersebut tidak berhasil memadamkan perlawanan yang dilakukan oleh rakyat. Belanda kemudian menggunakan strategi konsentrasi Stelsel dengan mendatangkan Dr. Snouck Hurgrinye yang merupakan ahli Agama Islam. Untuk melaksanakan siasat perang tersebut dibentuk lah pasukan marsose yang dipimpin oleh Jenderal Van Heutz.

Akibat serangan besar dari Belanda, pejuang Aceh seperti Teuku Umar gugur, Panglima Polim menyerah dan Cut Nyak Dien pun akhirnya tertangkap oleh Belanda. Akhir perlawanan Aceh di tandai dengan Plakat Pendek (Perjanjian Singkat) yang isinya menyatakan bahwa Aceh mengakui kekuasaan Belanda. Namun perlawanan Aceh benar-benar baru bisa dipadamkan pada sekitar tahun 1917. 

Baca Selengkapnya : Perlawanan Rakyat Aceh

Sumber Referensi :
  • Kartodirjo, Sartono, 1975. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI. Jakarta:Depdikbud.
Demikian rangkuman materi tentang Perlawanan Rakyat Indonesia di Berbagai Daerah Pada Abad ke 19, semoga bermanfaat dan berguna bagi pembaca semua. Baca juga artikel menarik dan informatif lainnya. Kurang lebih kami mohon maaf, sekian terima kasih.

Share ke teman kamu:

Related : Perlawanan Rakyat Indonesia di Berbagai Daerah Pada Abad ke 19